Aku memanggilnya Kakak, putri satu-satunya dari adik ibuku. Umur kami berdua dekat, hanya berbeda 2 tahun. Tapi kami tak dekat, karena sejak kecil kami dibesarkan di kota yang berbeda. Ibuku sering sekali bercerita tentang dia, tidak membuatku tambah menyukainya, malah sebaliknya aku sangat tidak menyukainya, karena dia selalu terdengar sempurna. Ketahuilah, tak ada hal yang lebih menyakitkan dari mendengar ibumu sendiri menyanjung-nyanjung gadis lain seolah dia berharap gadis itu putrinya, memuakkan.

Kalau kakak menang satu perlombaan, aku akan berusaha untuk menang dua. Kalau Kakak juara kelas, aku akan juara angkatan. Kalau Kakak murid teladan kota, aku akan murid teladan provinsi. Kalo Kakak masuk ke jurusan favorit di universitas terbaik, aku masuk jurusan terbaik di universitas terbaik. Kalo Kakak lulus sebagai sarjana terbaik, aku lulus sarjana dan master terbaik. Aku akan melakukan apapun lebih baik dari dia! Itu terus berlanjut, bahkan sampai saat ini. Hanya, kali ini ada yang berbeda, sesuatu yang membuatku sangat kesal.