Saturday, March 30, 2013

Debriefing Edition: Quarter Life Crisis dan Kelas Inspirasi


[definition - The quarterlife crisis is a period of life following the major changes of adolescence, usually ranging from the late teens to the early thirties, in which a person begins to feel doubtful about their own lives, brought on by the stress of becoming an adult.]

Ada masanya, ketika saya mendengar istilah yang didefinisikan di atas dan saya merasa tidak peduli, ada masanya ketika 'menjadi dewasa' adalah hanya satu bagian kalimat dari lagu yang dinyanyikan Sherina, dan ada masanya ketika saya menonton How I Met Your Mother dan berkomentar "naon sih?!". Ada masanya semua itu terjadi, dan sayangnya saat ini semua momen itu sudah lewat.

Dulu saat menonton HIMYM dan melihat adegan mereka duduk di kursi yang sama di bar yang sama selama bertahun-tahun, mengobrolkan pekerjaan, relationship, liburan, dan hal lainnya, saya akan berkomentar, "orang-orang ini kurang kerjaan banget deh nongkrong di tempat yang sama terus-terusan dan mengobrolkan hal yang kurang lebih sama" (hanya beda pelaku). Saat saya bilang 'dulu', itu maksudnya sekitar 5 tahun yang lalu. Sekarang, 5 tahun kemudian saya dan kawan-kawan, kurang lebih melakukan hal yang sama seperti Ted Mosby cs. 



Saya memperhatikan rutinitas saya selama dua tahun terakhir. Bangun tidur-berangkat kerja-sarapan pagi sambil gosip-kerja-makan siang sambil gosip-kerja-pulang kerja-nongkrong di cafe sambil gosip-pulang ke kos-tulis jurnal-baca buku-tidur-bangun tidur... dan terus begitu berulang. Aktivitas dimana ada istilah '...sambil gosip'  umumnya akan berujung pada obrolan yang sama...

"gila deh kantor gw..."

"check fb bikin stress, facebook gw minggu ini penuh ama undangan nikah..."

"bos gw yah...."

"ini apaan sih, wall gw penuh ama orang-orang yang majang foto anaknya?!?!?!"

"... aduhhh... masa jam segini ada email komplain?!?!?!"

"hey, dia jadian ya??? ama siapa? ketemu dimana???"

"kapan gw promosi..."

Setelah melihat pola berulang saya bisa menyimpulkan, problem kami-kami ini ternyata setipe: 2P - Profesi dan Partner hidup. Semua obrolan berulang disana. Dan jika melihat ke definisi quarter life crisis yang disebutkan di awal post ini, berarti memang hal itu wajar. 

Kadang saya berpikir, apakah ada penyelesaian singkat dari problem-problem tersebut selain menunggu sampai akhirnya kami semua menjadi cukup tua dan terlalu memalukan untuk menghebohkan hal-hal itu lagi. Benarkah fase galau karena 2P itu memang harus dilewati dan ada masanya akan berakhir juga. Tapi mungkin kembali harus ditanyakan, berakhirnya ingin jadi seperti apa?

Untuk mengasingkan pikiran saya dari terlalu berpikir njelimet tentang 2P diatas, saya menyibukkan diri di kegiatan-kegiatan sosial di luar kantor. Salah satunya, Kelas Inspirasi. Saat pertama kali ikut rapat KI, saya menemukan satu fakta : panitianya rata-rata seumuran. Sebagian besar usianya antara 20-35 tahun, 1st jobber, sebagian besar masih single, dan sebagaian besar orangnya gak bisa diem (baca: seksi sibuk, berasa duduk di atas landak, gak bisa duduk diem lama-lama atau gak heboh mikir lama-lama). Kalau bahasa kerennya Atiek, orang-orang gelisah. Awalnya saya tidak terlalu memikirkan fenomena ini, "oh, mungkin karena yang ngajakinnya ya temen-temen main nya juga", begitu yang saya pikirkan. Tapi kemudian, saat pendaftaran relawan pengajar KI dibuka, pola yang sama saya liat juga di relawan pengajar. Ada dua hipotesa yang saya ambil dari fakta ini, 

Pertama, mungkin memang yang lagi semangat-semangat nya peduli dengan masalah sosial ya anak muda. Hal ini relevan juga, melihat banyak fenomena gerakan sosial di masyarakat sekarang dipelopori oleh anak muda. Gak sekarang aja sih, toh kita merdeka juga karena gerakan kesadaran golongan muda. 

Kedua, Kelas Inspirasi menjawab permasalah inti dari anak-anak muda yang sedang pada masa quarter life crisis. Hipotesa kedua ini baru saya pikirkan lebih jauh setelah saya mengikuti debriefing panitia Kelas Inspirasi. 

Saat itu salah satu pembina KI, pak Hikmat Hardono, meminta kami semua untuk menjelaskan hal yang unik dari kegiatan KI yang tidak didapat di kegiatan sosial lain, kami bebas mengutarakan apa saja asalkan dimulai dengan kata "ternyata...". Banyak 'ternyata...' yang keluar hari itu. Dan saya berpikir keras tentang 'ternyata...' apa yang harus saya utarakan. Setelah mendengar banyak 'ternyata...', saya akhirnya mengeluarkan pernyataan seperti ini, "ternyata ngerjain KI bikin semangat kerja di kantor"

Pernyataan saya ini disambut oleh banya "hah?", dan pak Hikmat sendiri bilang sambil nyengir, "bukannya kalian malah terlalu semangat ngerjain KI ketimbang ngerjain kerjaan kantor?" yang disambut oleh anggukan beberapa orang dengan semangat. Tapi coba dipikir lagi, ada beberapa fakta yang terjadi:

Pertama, saat menjadi panitia KI, relawan dituntut untuk mengerjakan aktivitas KI di sela-sela pekerjaannya. Dimana dalam pengalaman saya, saya jadi berupaya mengerjakan semuanya menjadi dua kali lebih cepat daripada biasanya agar pekerjaan kantor saya segera selesai dan saya bisa mengerjakan KI. Artinya, tanpa sadar saya meningkatkan produktivitas kerja saya for the sake of KI. Dan saat mendengar pengalaman teman-teman yang lain, mereka pun umumnya melakukan berbagai hal ekstra agar baik pekerjaannya ataupun KI dapat selesai dengan tepat waktu dan dengan kualitas yang baik.

Kedua, dalam kaitannya dengan relawan pengajar. Para relawan pengajar diminta untuk membuat essay yang menerangkan tentang pekerjaan mereka, aspek positif yang diberikan pekerjaan mereka ke masyarakat, optimisme mereka tentang Indonesia dan hal-hal lainnya terkait pekerjaan. Kenapa mereka ditanya begitu? karena mereka harus menularkan semangat yang dibawa profesi mereka ke anak-anak SD yang akan mereka ajar. Dalam mengisi essay ini, setiap relawan pengajar pasti akan berpikir, putar otak dan dipaksa melihat kembali pada pekerjaan mereka, pada profesi yang mereka jalani sehari-hari. Saat itu, biasanya akan banyak kesadaran yang tiba-tiba muncul. Akhirnya orang-orang pun akan sedikit banyak menyadari, bahwa pekerjaan yang mereka keluhkan di meja cafe bersama teman-teman mereka setiap malam, ternyata tidak segitunya nyebelin, bahwa dari hal-hal kecil yang menuntut perhatian yang biasanya mereka kerjakan dengan menggerutu setiap hari, ternyata punya aspek positif jika dilihat pengaruhnya secara holistik. Bahwa semua yang mereka kerjakan itu berarti. Dari situ, muncul motivasi baru untuk bekerja. Karena adanya kesadaran bahwa yang dilakukan itu bukan sesuatu yang sekonyong-konyong datang dari langit, tapi karena adanya impact positif yang ditimbulkan yang bisa meng-influence hal positif lain yang sebelumnya tidak disadari ada.

Dari dua hal tersebut, bisa diambil kesimpulan, kegiatan Kelas Inspirasi menjawab P pertama dari 2P inti permasalahan quarter life crisis, Pekerjaan. Dan dikarenakan sebagai masyarakat kota besar yang inti utama kehidupannya adalah pekerjaan, ini juga yang membuat KI bisa sangat populer di kalangan profesional perkotaan. Menyadarkan bahwa yang mereka lakukan itu berarti dan bisa digunakan untuk menimbulkan hal-hal berarti lainnya.

Kelas Inspirasi adalah satu kegiatan berarti. Tidak hanya untuk anak-anak SD yang mendapat inspirasi, tapi juga untuk kalangan professional urban dan anak-anak muda di tengah masa quarter life crisis yang kebingungan untuk cari kegiatan. KI bukan satu-satunya kegiatan yang bisa diikuti, tapi seperti pak Anies Baswedan sebutkan tentang semangat KI, "KI diarapkan bisa menjadi pintu untuk kegiatan-kegiatan lain yang juga bisa memberikan inspirasi dan impact ke masyarakat".   

Terkait dengan P yang kedua, well, yang bisa saya sebutkan hanya bahwa KI bisa dijadikan modus yang bergengsi untuk cari pasangan. Dan ternyata yang berhasil banyak juga hehehee...

Semua hal ini saya sadari setelah kegiatan KI lama selesai. Di trigger oleh satu obrolan malam panjang dengan Alia, ditemani Dim Sum platter yang sudah tidak kami pedulikan akan membuat kami gendut atau tidak. Alia mendorong saya untuk menuliskan ini dalam email ke pak Hikmat, tapi saya pikir saya tulis di blog saja, biar yang baca dan komentar bisa lebih banyak. Sorry Al, it takes long time for me to post it :)
So, feel free to comment on it. 

5 comments:

Anonymous said...

Puut! Bagian awal bikin gelisah banget! Sumpah! Hahahah. 2P itu basically menjawab pertanyaan "why do i even exist in this world???", ya ga sih? Hahaha. Pertanyaan yang akhir2 ini suka mampir di pikiran gw. Dan pikir punya pikir, sepertinya Kelas Inspirasi memang membantu figuring out jawabannya. Pas jadi peserta, Kelas Inspirasi membantu rekonstruksi kembali segala alasan dan tujuan gw ngejalanin profesi gw. (Terlebih) pas jadi panitia, Kelas Inspirasi ngasih 1 jawaban tambahan: People (orang lain). Hehehee. Kelas Inspirasi goes philosophical!

Anonymous said...
This comment has been removed by a blog administrator.
Batari Saraswati said...

Ternyata... kebingungan seperti ini dialami oleh banyak orang ya. Jadi ga merasa sendirian. :D

Makasih lho sudah nulis ini Puut!

Unknown said...

@gea: hihihihi... bener banget. banyak refleksi yg bisa didapet lewat KI, sometimes we take our profession for granted :)

@batari: sama-sama bat. Trust me, you're not alone. Tinggal lirik kiri-kanan aja :D

Anonymous said...

Jadi pengen ikutan KI.

*if you know what i mean :p

-Alvano-