"cariin gw pacar dong"
Kalimat itu langsung melucur dari mulut sahabatku tepat saat dia duduk. Dan aku hanya bisa menjawab: "heh?" -bengong.
"iya, cariin gw pacar, emang di kantor lu gak ada yang bisa lu kenalin ke gw gitu?" tanyanya lagi, wajah memberengut, dan sibuk membalik-balik buku menu, aku : masih bengong.
"ya ada sih, tapi oom-oom, mau?" tanyaku.
"hah? emang masih single?"
"kagak, elu jadi istri kedua gitu" balasku.
"sialan lu!" dia melempar pandangan bengis padaku. Dia meletakkan buku menu di meja dan memanggil pelayan, seperti biasa memesan secangkir hot mint tea -aku tak mengerti untuk apa dia membuka-buka buku menu itu lama-lama kalau akhirnya dia tetap akan memesan mint tea.
"kenapa sih? sejak kapan punya pacar jadi prioritas satu?" tanyaku.
"sejak gw berumur 28 tahun dan wejangan bokap gw tiap hari udah sekitar punya pasangan dan bangun keluarga" jawabnya sambil bersandar malas. Sebelah alisku naik.
Oke, aku beri sedikit penjelasanku mengenai temanku satu ini. Dia seorang akuntan, berkarir 5 tahun di kantor akuntan publik kemudian pindah menjadi manager internal audit di satu perusahaan telekomunikasi. Usianya sekarang 28 tahun, dia tak punya pacar dan tak pernah tertarik punya pacar sebelumnya, apalagi ketika dia masih kerja di KAP -"gmn gw mau pacaran? gw ajak lembur di kantor client? ah ganggu aja!" - begitu biasanya yang dia katakan kalau ada yang bertanya mengapa dia tak serius cari pasangan. Dan hey, siapa sangka angka 28 dan wejangan orang tua bisa mengubah pandangannya itu.
"jadi kalau bokap lu gak ngomong lu gak akan peduli buat nyari pacar juga?" tanyaku.
"hmmm... mungkin, lagian kayaknya gw gak butuh-butuh banget punya pacar, emang apa enaknya punya pacar?" dia balas bertanya padaku.
"hmmm... tangible advantages... ada yang nganter-jemput lu kalo pergi kemana-mana..." kataku.
"gak butuh... ada sopir..."
"... ada yang nemenin lu makan malem dan nraktir lu makan..."
"gw lebih seneng makan sendiri, and I can afford my meal"
"... ada yang nemenin lu belanja..."
"i have ton of friends and I can even hire a stylist..."
-oke, ni cewek emang gila.
"ok, so what's about the intangible one..."
"just one?"
"yeah, just one... at the end of the day, you always sleep at night, wake up in the morning and do your day with a hope that you won't be left alone in this world... that there will be the one that always there for you, love you"
Dia diam sebentar.
"that's very subjective..." katanya kemudian.
"indeed, but it's true..."
"hope is paralyzing..."
"but it keeps you from giving up"
Dia diam lagi.
"emang segitu pentingnya ya ada yang nemenin?" -dia masih keras kepala, aku hanya tersenyum.
"ask yourself, lu sekarang kerja, ngumpulin duit, sukses, deposito menumpuk, aset melimpah, but someday it's only you... no longer parent and siblings, no husband, no children, at that time you own everything, everything that can be bought, but everything else?... no honey, trust me you don't want to be like that"
Dia diam lagi. Pesanan mint tea nya datang. Dia meneguk sedikit sambil memandang ke lengangnya traffic Jakarta di hari minggu.
"jadi musti serius nih gw?" tanyanya lagi.
"menurut lu?" tanyaku balik.
"haaahhh... yaudah kenalin gw ama siapa kek..."
"eh, kenalinnya sih gampang, elunya bisa serius gak?"
"diusahain..." katanya.
Aku hanya tersenyum, seorang manusia satu ini bisa menjadi sangat lucu.
Pintu cafe itu terbuka, dan seorang pria masuk, maaf aku ralat -seorang pria tampan masuk. Dia melihat sekeliling dan matanya bertumbukan denganku kemudian tersenyum, aku balas tersenyum. Dia menghampiriku dan mencium pipiku lembut.
"hai, dah lama? maaf ya say kamu nunggu..." katanya.
"gak apa-apa, dia juga baru dateng kok..." kataku sambil menunjuk sahabatku di seberang meja.
"oi, pa kabar lu?" dia bertanya pada sahabatku sambil menjabat tangannya.
"dia lagi nyari pacar" jawabku sebelum sahabatku bisa menjawab.
"seriously?"dia melirik sahabatku tak percaya.
"eh, gak usah gitu deh ngeliatnya, seolah gw gak mungkin kepengen punya pacar aja" balas sahabatku.
"oh, if you ask that last week, i'll say that would be possible, seeing that you love your bag more that anything" sindirnya. Aku hanya tertawa. Sahabatku hanya melempar pandangan sinis padanya.
"berisik deh... btw, how's the wedding preparation?" tanya sahabatku.
Dia tersenyum dan memandangku, "how is it? dunno, all I know is my bride is ready" jawabnya sambil menicum pipiku. Aku hanya tersenyum.
Dari sudut mataku aku melihat sahabatku tersenyum. Ya, bagaimanapun dia tetap seorang wanita, dan dia pasti akan memilih untuk dicintai, cepat atau lambat. Kita lihat saja nanti.
-It's all fiction, just a thought-