Thursday, April 12, 2012

Kembali ke pojok: Love is a four letter word

Aku merasakan suka cita dan bahagia yang dengan perlahan memenuhi ruangan ini. Melihat sepasang manusia yang saling menatap dengan takjub, dengan ekspresi yang kaya akan syukur dan bahagia. Ikrar akad nikah mereka baru selesai diucapkan, dan dengan diucapkannya tiga huruf dalam satu rangkaian kata berbunyi ‘sah’, mereka berdua memasuki kehidupan baru. How simple!

Aku menatap dan tak lama pun ikut tersenyum. Aku pun merasa bahagia, for such an undefined thing, aku bisa merasa bahagia. She’s my best friend, and he’s my colleague at work, and yes, they know each other through me. Siapa sangka? ironis, dan menurutku, aneh. Karena aku tak percaya cinta, maaf - kuralat, aku tak mengerti cinta.

Kedua mempelai lalu berkeliling, menerima salam, kecup dan peluk bahagia dari semua yang datang. Aku masih berdiri di tempatku, tersenyum sambil menatap mereka bahagia. How lucky they are. Mereka lalu mencapai tempatku berdiri, dan bersama-sama keduanya memelukku.


“selamat yaaa...” kataku sambil tersenyum lebar.
 “selamat juga, kalo bukan karena elu kan gak akan kejadian nih...” sahabatku mencubit pipiku sambil tertawa. Aku balas tertawa. Dia terlihat sangat cantik. Betapa sedikit tatanan rambut dan perona pipi membuatnya terlihat sangat cantik, well, mungkin ada banyak faktor yang membuatnya cantik, salah satunya adalah: dia memang sudah cantik dari sananya!

“yups, that’s right, I think I have a good share in your upcoming happy married life, I should get dividend from it” kataku. Suaminya tertawa keras.

“trust you to make such a business analogy for marriage! If you can calculate ROI for love, then I will be very happy to share some dividend with you” balasnya. Sahabatku hanya menggeleng menatap kami berdua. “oh plis, roaming nih... “ katanya. Kami bertiga tertawa.

Beberapa saat kemudian, sang suami ditarik oleh beberapa orang kawan kuliahnya, tinggal aku berdua dengan sahabatku.

“syukur ya semuanya lancar, gw kira ijab nya bakal diulang tuh” kataku padanya, dia terkikik pelan.

“dia latihan dari minggu lalu, dah gak surprise buat gw” katanya.

“you looks beautiful... and happy, very happy...” kataku.

“I feel happy, I love him so much...” dia tersenyum lebar padaku. Aku hanya tersenyum balik padanya.

“nah, you make that face again!” katanya kemudian sambil menunjuk wajahku.

“heh? apa?” tanyaku bingung.

“tiap kali gw bilang ‘gw cinta ama dia’ lu akan berekspresi kayak tadi, seolah lu gak percaya, emang lu gak percaya gw cinta ama dia?” sekarang dia balik bertanya, aku mendengar sedikit nada ofensif di pertanyaannya. Aku jadi merasa tak enak.

“hah? enggak kali, apaan sih sensitif banget... it just... well... you know me” kataku berusaha menetralkan keadaan.

“kenapa emang? gw beneran cinta ama dia tauuu...” katanya dengan nada meyakinkan, “kalo enggak ngapain gw nikah ama dia?!”. Aku menghela nafas, aku seperti berurusan kembali dengan sisi abege-nya,  why she have to convince me about it??? 

“hei... ini bukan soal gw gak percaya lu cinta ama dia tauuu...” aku membalas dengan nada bicara yang sama dengannya, dia tersenyum kembali, oh thank God!

“but you know me, love and me? we don’t get along well...” lanjutku kemudian.

Dia lalu tersenyum padaku, kali ini senyum maklum, seolah dia sedang berhadapan dengan anak kecil yang kesulitan mengingat rumus perkalian dasar.

“belum ketemu the one-nya aja kali... one day you will, and you and love will go along well with each other...” katanya sambil mengedip padaku. Aku hanya tertawa ringan. Trust the optimist bride!

“well, maybe... I have knowledge about sex and human attraction, I am aware and deeply familiar with commitment, but love...” aku berhenti sebentar, menimbang reaksinya, dia masih memandangku dengan pandangan maklumnya tadi. ”...is just something I can’t understand” kataku sambil mengangkat bahu. Dia hanya menggeleng pelan.

“you do it again, you know? overthink everything. Maybe you just have to embrace unidentified slash undefined thing or being or whatever that happen in your life in a simpler fashion. Then you can erase that constant wrinkle between your eyes!” katanya sambil tersenyum lembut. Aku hanya balas tersenyum.

“okay, me and my wrinkle... thank you to remind me that I get old... " kataku, dia tertawa.

"I’ll try okay... remember? baby steps. Don’t be so hard on me, beside I still have a long time to define this unidentified slash undefined thing called love” kataku sambil tersenyum. Dia hanya menghela nafas.

“dasar maniak definisi. okay...okay... baby steps... mungkin lu bisa belajar dengan ngeliat gw dan suami gw” katanya, dengan sedikit penekanan berlebihan pada kata ‘suami’. Aku tertawa mendengarnya.

“okay... teacher, just don’t be so hard on me” kataku sambil merangkul bahunya.

“I won’t, beside... it’s very simple. Love is just a four letter word” katanya sambil mengedip. Aku hanya tertawa ringan.

“okay, student, bisa kita mulai dengan ngenalin lu ke cowok-cowok kece yang ada disini... dan lu gak boleh nolak!” katanya kemudian sambil menggiringku ke arah suaminya, dengan beberapa ‘cowok-cowok kece’ yang sedang mengelilinya. Aku hanya menggeleng, dan tersenyum. Just humor her, who am I to upset the happy bride?!?! 

Yes my friend, I know that ‘love is just a four letter word’. But indeed, I need more explanation than just spelling lesson. But then again, why I have to rush? :)

6 comments:

.dyah. said...

*terhenyak* *ngaca* :))))

putri setiani said...

"you do it again, you know? overthink everything."

:D

putri setiani said...
This comment has been removed by a blog administrator.
Unknown said...

@dyah: persis! :D

@uti: I actually thinking of you when I write that sentence, nasehat situ dari jaman kapaaaannnn gitu :P

Anonymous said...

Woww...

nice story Put..
asli apa fiksi nih.. :p

-alvonso-

Unknown said...

@alvan: semua tulisan gw yg pake tag 'kembali ke pojok' itu fiksi van, cuman ada bagian curcol nya lah... :P