Trotoar depan Caesar Palace, Braga.
Trem duduk disana, sendirian, dengan sebatang rokok menyala diselipkan di bibir dan earphone di telinga, terhubung dengan walkman yang sedang berputar. Dia melihat ke arah percikan api las yang bersinar tak jauh dari tempatnya, kompleks pembangunan Braga CitiWalk. Katanya tempat itu akan menjadi pusat perbelanjaan, bioskop dan hotel sekaligus apartemen. Ya, persetan akan jadi apa tempat itu, Trem punya impian lain. Dengan dibangunnya pencakar langit di tanah Braga, dia akan bisa mendekati angkasa tanpa harus meninggalkan Braga. Trem memang selalu menyukai ketinggian, dia sangat menikmati angin membuainya di atas sana. Bahkan dia pernah memikirkan untuk mati dengan melompat dari atap gedung tinggi. Bayangkan, kali akhir sebelum kau mati, kau melihat pemandangan yang paling kau cintai, kau melompat, semua menghilang menjadi gelap dan saat matamu terbuka kau melihat akhirat, tempat yang tak pernah kau pikirkan akan bagaimana bentuknya.
Trem duduk disana, sendirian, dengan sebatang rokok menyala diselipkan di bibir dan earphone di telinga, terhubung dengan walkman yang sedang berputar. Dia melihat ke arah percikan api las yang bersinar tak jauh dari tempatnya, kompleks pembangunan Braga CitiWalk. Katanya tempat itu akan menjadi pusat perbelanjaan, bioskop dan hotel sekaligus apartemen. Ya, persetan akan jadi apa tempat itu, Trem punya impian lain. Dengan dibangunnya pencakar langit di tanah Braga, dia akan bisa mendekati angkasa tanpa harus meninggalkan Braga. Trem memang selalu menyukai ketinggian, dia sangat menikmati angin membuainya di atas sana. Bahkan dia pernah memikirkan untuk mati dengan melompat dari atap gedung tinggi. Bayangkan, kali akhir sebelum kau mati, kau melihat pemandangan yang paling kau cintai, kau melompat, semua menghilang menjadi gelap dan saat matamu terbuka kau melihat akhirat, tempat yang tak pernah kau pikirkan akan bagaimana bentuknya.
Aku memandang langit dan berharap kau ada disana
sedang terbang atau sekedar melayang
Lihatlah disini, di sampingku
ke tempat dimana mimpi kita akan berawal
tak usah pergi begitu cepat
aku pun menunda matiku agar bertemu denganmu
[pergelangan tanganku pernah teriris
sisi leherku pernah tertoreh
aku tak mati]
Tuhan masih membiarkanku melihatmu
berangan tentang masa depan yang tinggi dan menggoda
kembalilah kemari
duduk di sampingku
kita bangun menara ke nirwana
hanya untuk kau dan aku
Trem duduk disana. Menghabiskan batang rokok terakhir yang dimilikinya hari itu. Membuka walkman dan membalik kaset Stevie Ray Vaughn yang sedari tadi berputar disana. Kaset yang tak pernah dia tau judul albumnya, tak pernah dia tahu judul setiap lagu yang ada di dalamnya, dan tak pernah dia benar-benar sukai musiknya. Dia hanya tau dia harus mendengarkannya. Mendengarkan dan menunggu, sebuah tangan yang sangat dikenalnya muncul dan mengambil sebelah earphonenya, memasangkannya pada telinga yang juga sangat dia kenal. Si empunya tangan dan telinga akan duduk di sampingnya, sambil tersenyum dan berkata...
"ah...stevie ray...gw suka dia..."
No comments:
Post a Comment