Thursday, December 24, 2009

Kembali ke Pojok : nostalgia

Secara umum, tidak banyak yang berubah....

Hampir tiga tahun dari terakhir kali aku mengunjungi tempat ini. Tak ada yang berubah, hanya mungkin tata letak meja yang digeser dan dekorasi-dekorasi natal yang muncul di beberapa tempat. Aku langsung menuju satu sofa yang berada di pojok, dekat jendela dan menghadap ke pintu masuk, pojokku, tempatku berdiam setiap kali aku datang kesana. Tiga tahun berselang tapi ternyata ritual yang sama tetap kulakukan saat duduk di pojok itu: membuka laptop, online, memesan secangkir latte, menyumbat telinga dengan headphone dan berdiam disana entah untuk berapa lama. Tidak akan ada yang mengusik, bagaimanapun ini adalah pojokku...

Aku memandang keluar jendela, ke arah jalan raya ramai di luar sana. Kota ini hanya ribut saat akhir minggu, dan bukan penduduknyalah yang membuatnya ribut. Akhir minggu adalah waktu istirahat untuk semua orang. Istirahat bagi penduduk kota ini berarti diam di rumah, bermalasan dan nonton TV. Tapi untuk beberapa orang dari ibukota, istirahat itu diartikan sebagai "naik ke mobil, kita jalan-jalan ke bandung", maka tak heran jika plat B lah yang memenuhi jalan saat akhir minggu.

Perhatianku pada jalanan berkembang menjadi lamunan pada satu waktu kira-kira empat tahun lalu, satu percakapan yang terjadi tepat di tempat ini, di sofa ini, dengan satu orang yang saat itu selalu menemaniku mojok disini.

"kenapa kamu suka duduk disini?" tanyanya. Aku mengalihkan pandangan dari jalan kepadanya yang duduk di hadapanku.
"di sini? hmmm... karena saya bisa ngeliat kemana-mana dari sini" jawabku setelah berpikir sebentar. Dia mengangkat sebelah alisnya.
"untuk apa? toh selama disini matamu pasti terpaku ke layar laptop" cibirnya.
"yah, sekali-kali kan refreshing ngeliat yang lain-lain, lucu lagi... jadi bisa merhatiin orang-orang" kataku.
"merhatiin orang?" katanya.
"iya... sini deh... liat orang yang di sebelah pintu? dia itu selalu datang sekitar jam 3 sore hampir setiap hari... beli espresso dan duduk disitu sampai maghrib sambil baca buku, terus meja sebelah konter itu sering jadi arena arisannya ibu-ibu... berbagai macam ibu-ibu, terus kalau ngeliat keluar jendela... traffic jalanan bandung bisa keliatan, kalau ada yang baru dateng dan saya kenal... pasti langsung keliatan dari sini, tempat ini itu enak banget buat merhatiin macem-macem" balasku saat itu.
Saat itu dia memandangku dengan pandangan aneh sampai akhirnya dia tersenyum pahit,
"saya gak suka tempat ini" katanya kemudian.
"lho kenapa?" tanyaku.
"karena penglihatanmu selalu melewati saya".

Aku tak mengerti apa maksudnya saat itu. Kenapa dia berkata seperti itu? Dia selalu duduk di depanku, jelas aku pasti melihatnya. Percakapan itu adalah saat terakhir dia menemaniku mojok disini. Aku tetap tak mengerti apa maksud ucapannya sampai suatu saat sebuah notifikasi di facebook menyadarkanku, notifikasi bahwa dia baru saja mengganti status facebooknya dari 'single' ke 'in a relationship' dengan menyebutkan nama seseorang yang sangat kukenal.

Bingung, aku sangat bingung, apa maksudnya? kenapa gak bilang-bilang? dan kenapa aku merasa dikhianati? Aku merasa ditinggalkan, walau aku tak punya alasan untuk merasa begitu. Kami cuman teman... bukan???

Aku bertanya padanya tentu saja.

"kita cuman teman kan?" setengah hatiku ingin dia menjawab 'tidak' walau tak menemukan alasan yang tepat.
Jawabannya kala itu "tidak... kita teman, gak pake cuman"
Aku diam.
"walau saya pernah merasa lebih, pernah ingin jadi lebih, tapi rupanya kamu tidak begitu kan?" lanjutnya kemudian sambil tersenyum.
Aku diam, kali ini dengan rasa kaget dan kosong yang muncul bersamaan.
"kenapa gak bilang?" kataku.
"percuma, seperti yang saya bilang, penglihatan kamu selalu melewati saya"

Dan saat itulah aku mengerti. Saat sofa di hadapanku selalu terisi olehnya, aku tak terlalu merasakan signifikansi kehadirannya disana. Aku terlalu sibuk memperhatikan semua hal diluar sana, diluar kami berdua. Dan kemudian sofa itu kosong, dia tak lagi ada disana, dan kemudian pojok ini tak terasa istimewa lagi.

Empat tahun berselang. Sekarang aku melihat sofa kosong di hadapanku dan tersenyum. Dia menikah lusa, dengan orang yang sama yang namanya aku baca di facebook kala itu. Aku setengah berkhayal, kalau misalnya kala itu aku tak se-'buta' itu, mungkin lusa adalah pernikahanku juga. Aku hanya tersenyum. Sungguh khayalan yang tolol.

Mungkin aku terlalu merasa sentimentil, pengaruh nostalgia dari masa-masa kami bersama di pojok ini. Dan mungkin sedikit cemburu karena dia punya pasangan dan aku tidak. Sudahlah.... ini akhir tahun, besok natal, lusa dia menikah dan minggu depan sudah tahun baru. Liburan masih panjang, sangat sayang kalau habis untuk nostalgia melankolis.

Selamat berlibur...

2 comments:

Ghani said...

ini cerita asli???
wow...

dimana sih tempatnya?preffere ya?

Floresiana Yasmin said...

ah, jadi ikut sedih...

Btw, blog ini gue link di blog gue yaa. :)