Monday, September 29, 2008

Tak perlu diucapkan

Hening sekali. Hanya ada TV yang menyala, menampilkan tayangan tak mutu, gosip tengah hari... dan ini bulan puasa, entah apa yang orang pikirkan dengan bergosip tengah hari, menambah dosa yang mungkin sudah malas untuk dihitung kembali. Pemuda itu duduk di sofa dan memandang kosong ke arah TV, dia seperti tidak sedang memperhatikan isi acara itu. Dia melirik ke jam dinding yang terletak di atas TV.

'sudah sejam lebih', pikirnya.

Pemuda itu memang sedang menunggu, selayaknya ditandakan oleh keinginan berlebih untuk melihat jam. Dan sudah lewat sejam yang ditunggunya itu tak muncul, dia kemudian berdiri, sepertinya memutuskan untuk menyusul. Baru saja dia berbalik, seorang gadis terlihat berjalan ke arah sofa. Gadis itu memakai celana pendek selutut, t-shirt belel longgar, handuk basah masih tertenteng di sebelah tangannya, dan rambut sebahunya masih basah, acak-acakan tak tersisir, seperti baru digosok-dipaksa kering.

Sang pemuda memperhatikan seksama saat gadis itu berjalan lesu dan langsung menjatuhkan diri di sofa. Sang pemuda masih berdiri, memperhatikan wajah si gadis yang sekarang malah bengong. Dia memperhatikan wajah gadis itu. Setahunya si gadis baru selesai mandi, tapi wajahnya malah terlihat kusut, sekusut rambutnya, tak ada tanda-tanda kesegaran sehabis mandi...

'mungkin dia mandi gak pake aer', pikirnya asal. Tapi dia menangkap tanda lain, pelupuk mata gadis itu menghitam, dan agak bengkak. Sang pemuda mengangkat sebelah alisnya, dia kemudian kembali duduk di sofa sebelah si gadis.

"mata kamu bengkak..." katanya singkat sambil melihat ke arah TV. Si gadis tidak menjawab, dia hanya mengangkat kepalanya dan melihat ke arah TV. Si gadis tidak menaruh perhatian baik pada acara TV di hadapannya, maupun pada pemuda di sebelahnya, dia tetap diam.

Kalau TV punya perasaan, tentu dia sedang pundung sekarang, masalahnya dua orang yang sekarang ada di depannya dan memandang ke arahnya, sama sekali tidak menaruh perhatian sama sekali pada dirinya, padahal dia sudah bicara banyak sekali, gak di-waro itu pasti menyebalkan bukan?! Tapi TV harus menerimanya, masalahnya dua orang itu tak butuh menonton TV, mereka hanya menyalakannya agar ada sedikit suara berisik yang bisa mengisi percakapan pelit di antara mereka berdua.

"kamu dia kamar mandi udah lebih dari sejam, kesimpulan saya, kamu ketiduran atau kamu abis nangis, yang bener yang mana?" tanya pemuda itu lagi. Nada bicaranya ringan, tanpa emosi berarti. Si gadis diam sebentar, mata bengkaknya masih terpaku pada layar TV, kemudian dia mengangkat tanggannya menunjuk angka dua dengan jari, seperti lambang peace yang selalu dipakai turis jepang kalo mereka berfoto. Pemuda itu meliriknya sebentar kemudian menyandarkan diri ke sofa.

"pantes aja kulit kamu item, di kamar mandi malah nangis, bukannya bersihin badan", sang pemuda membalas. Kali ini si gadis terpancing, dia menengok ke arahnya dan melempar pandangan pengen-mati-ya?. Sang pemuda mengacuhkannya. Si gadis kembali mengunci pandangannya pada TV.

"lain kali kalo mau nangis panggil saya aja, daripada diem di kamar mandi, pilek entar... kedinginan", kata pemuda itu kemudian.
"emang udah pilek kok", si gadis membalas dengan suara sengau.

Sang pemuda melirik punggung gadis itu, sedikit tertarik pada nada suaranya dan pada rambut hitam kusut tak tersisirnya. Dia kemudian menarik rambut si gadis, sehingga si gadis terpaksa ikut menyandar agar rambutnya tak terjambak keras.
"tarik bahu aku aja knapa? dasar kasar!" umpat si gadis, masih dengan suara sengau.

Sang pemuda tak peduli.
"depresi tuh gak pantes buat orang yang sebulan lagi wisuda", balasnya.
"aku emang udah depresi dari semenjak lahir, mau diapain lagi", timpal si gadis.
"ya diubah lah... mana ada depresi seumur hidup", balas sang pemuda lagi.
"emangnya gampang" jawab gadis itu lagi.
"manja!" si pemuda memukul pelan kepala si gadis, "kalo gak susah, gak rame"

"kenapa musti rame?", nada suara gadis itu meninggi.
"kalo ga rame gak usah diikutin", sang pemuda masih menjawab santai.
"hidup aku gak rame, berarti aku gak usah hidup aja gitu?"
"ya udah mati aja sana"
"segampang itu?"
"siapa bilang mati gampang?" sang pemuda sekarang menoleh memandang si gadis yang ternyata juga sedang memandang padanya.

Mereka saling pandang beberapa saat sebelum akhirnya si gadis kembali memandang ke arah TV.
"sama aku gak usah sok filosofis deh..." kata gadis itu.
"sama saya gak usah sok mellow deh..." balas pemuda itu.

Si gadis tertawa singkat.
"gak mau kalah banget sih" katanya.
"jelas, saya kan laki-laki"
si gadis berpikir,'emangnya lelaki harus selalu menang?', tetapi dia terlalu malas untuk mendebatnya akhirnya dia hanya diam.

Mereka berdua kembali membisu, hanya suara TV ribut sendiri tentang gosip selebritis tak penting.

Si gadis tiba-tiba menyandar di bahu sang pemuda, dia menarik sebelah tangan sang pemuda dan memeluknya, sang pemuda hanya mendiamkannya saja.

"hey...", katanya.
"hmmm..." sahut sang pemuda.
"aku gak sendirian kan?" tanya gadis itu.

Sang pemuda diam sebentar, matanya masih terpaku ke layar TV. Kemudian dia menarik tangannya yang dipeluk si gadis, dan melingkarkannya di tubuh gadis itu, menariknya ke pelukannya.

'gak, kamu gak sendirian', jawabnya, tapi hanya dalam pikiran saja, dia tau itu tak perlu diucapkan.

Dan mereka berdua duduk disana, membiarkan acara TV tak penting itu terus berjalan, membiarkan rambut si gadis terus kusut, dan membiarkan t-shirt sang pemuda basah karena ditempeli rambut si gadis yang masih basah. Membiarkan dunia kembali berjalan.

Dia hanya perlu tahu, dia tak sendirian.

1 comment:

Astrid said...

pupuuut!! gile! kmu teh punya bakat nulis ya! cara nuturin ceritanya bagus wae...sama kaya posting yg waktu ultah.. ajarin, ajarin!!:)

btw, ceritanya keren..trharu. Heey..terharu tuh bukan melow, tapi menghargai karya,,heuheu