Wednesday, April 23, 2008

ocehan aneh

Sehari ini mendung...

Aku bahkan tak sempat menemukan sepatuku dalam keadaan kering. Setelah lewat pekarangan aku menengadah ke langit, awan hitam masih nongkrong santai disana. Aku hanya dapat menghela nafas, mengapa harus hujan lagi?

Beberapa waktu lalu aku ngoceh soal rasa rindu. Tapi apalah yang kan keluar kalau sudah nyaris lewat bertahun tak ada kabar? Ini bukan hanya satu saat dimana aku berharap bertemu dengannya. Ini lebih dari itu, tentang satu rasa menggebu untuk menampar pipinya kuat-kuat kelak. Marah? ya, aku marah. Tapi tak lagi karena hal bodoh di masa lalu itu. Aku marah karena begitu tak pedulinya ia padaku. Hhhaaahhh... Tuhan... apakah sudah penyakitku karena tampaknya orang-orang begitu mudah untuk tak peduli padaku? atau ini hanya 'nasib'?

Sudahlah. Masa ini kulewati dengan mengeluh soal cuaca, menekuk-nekuk tulang sembarangan (walau ternyata tak bisa patah smeudah itu), dan kemudian kudapati diriku terpekur di pojokan dengan secangkir penuh kafein pekat. Kafein... mungkin hanya itulah teman penenangku lebih dari apapun... walau ada godaan untuk menggantinya menjadi nikotin.

Masa ke depan ini, apa yang harus kuperbuat. Kembali menekuk-nekuk tulang dengan terpaksa, menahan sakit saat puluhan 'teman' yang lain dengan santainya bersandar di sofa dan tersenyum-senyum pada tugas sarjananya, tak peduli aku hidup atau mati. Setelah kupikir, tak apalah mereka begitu, daripada mereka berkeliling membawa masalah di sekitarku, memaksa kerja otakku meningkat beberapa persen.

Nah... tiba-tiba ada hiburan baru. Manusia ini sedang kasmaran rupanya. Dari tadi dia terus tersenyum, entah apakah karena dia senang menyumpahiku untuk turut kasmaran dengannya atau memang begitulah jadinya manusia yang sedang kasmaran. Aku tak tahu rasanya kasmaran. Mungkin aku memang butuh sumpah serapahnya agar bisa merasakan kasmaran.

Terlalu banyak bicara. Kafeinku mulai kehilangan asapnya sekarang, harus cepat-cepat kuminum sebelum rasanya seperti air comberan pakai gula. Tapi kafein satu ini terlalu enak untuk sampai disebut air comberan. Biarlah... yang penting kawanku itu masih ada sekarang.

- dari surat cinta si Trem, mungkin baginya surat cinta itu keluhan serta merta-

2 comments:

anggun oktari said...

smangaaat puput,, sing sabar dengan apapun yg kamu maksud di tulisan ini! =D

-pan kuring sunda kuring teu elehan- =)

Unknown said...

hehehe... sepertinya perlu diperjelas lagi deh...

kawan-kawan... ini kisahnya Trem, bukan kisahnya Puput Hidayat. Maafin kalo udah bikin panik atau berprasangka aneh-aneh... tidak bermaksud begitu ;p